Thursday, May 7, 2020

Permasalahan Kesetaraan Gender Ditengah Pandemi Covid-19


    Dilansir oleh BBC News Indonesia pada 21 April 2020, sebuah artikel media asal Amerika Serikat yang terbit baru-baru ini mengulas  tujuh negara yang dianggap menunjukkan respons terbaik dalam penanganan pandemic Covid-19. Dalam artikel tersebut memberitakan adanya perdebatan yang masih berlangsung mengenai kepemimpinan perempuan dan kesetaraan gender dalam pemerintahan dan penyusunan kebijakan. Dimana, gender masih menjadi sebuah alasan kuat atau tidaknya kebijakan tersebut berpengaruh terhadap seluruh sektor pemerintahan. Tak hanya berpengaruh pada kebijakan, adanya pandemic Covid-19 juga berpengaruh pada kehidupan sosial para perempuan di Asia.

    Korea Selatan memiliki catatan buruk mengenai kesetaraan gender, pada tahun 2020 The World Economic Forum Korea Selatan berada di peringkat 127 dari 155 negara akan partisipasi perempuan dalam ekonomi. Bahkan beberapa perusahaan memotong upah karyawan perempuan yang tidak dapat datang ke kantor karena harus menjaga anak di rumah selama masa pandemic Covid-19 (BBC News Indonesia). Indonesia juga mengalami hal yang lebih mengerikan, dimana angka kekerasan dalam rumah tangga justru meningkat. Anjuran “di rumah aja” justru menimbulkan polemic tersendiri kepada perempuan dan anak. Hal itu membebani para perempuan untuk mengambil peran menjadi guru, pengasuh, dan anggota lainnya. Selain menambah beban kerja, peran sosial yang dilekatkan pada perempuan membuat mereka semakin berisiko terjangkit Covid-19. Contohnya seperti aktivitas berbelanja di pasar, kegiatan tersebut dibebankan oleh perempuan, sehingga aktivitas kontak fisik akan sering terjadi pada perempuan, melihat frekuensi mereka yang beraktivitas di luar. 

    Dalam wawancara DW Indonesia Tuani sebagai anggota LBH Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan mengatakan bahwa dari tanggal 16 Maret-19 April 2020 tercatat ada 97 pengaduan kasus kekerasan dalam rumah tangga. Angka yang tertinggi itu penyebaran konten-konten intim online sebanyak 30 kasus, pelecehan seksual 8 kasus, kekerasan dalam pacaran 7 kasus, kasus pidana umum 6 kasus, perkosaan 3 kasus, sisanya kasus di luar kekerasan berbasis gender, perdata keluarga, dll. Ternyata diberlakukannya social distancing justru meningkatkan angka KDRT. Tak hanya itu karena tingkat stress yang cukup tinggi mengakibatkan para suami sering menyalahkan istri walupun tidak ada sangkut pautnya. 

    Pelecehan seksual secara online melalui sosial media juga menjadi ancaman bagi perempuan. Motif eksploitasi seksual selama masa pandemic kerap terjadi. Hal ini akan sering terjadi melihat frekuensi penggunaan gawai yang semakin tinggi dibandingkan pada kondisi normal. Dimana orang-orang berada di rumah, maka gawai akan menjadi salah satu hiburan, hal inilah yang dimanfaatkan oleh orang-orang tak bertanggung jawab untuk melangsungkan kekerasan tersebut. 
Melihat banyaknya kasus yang membuat perempuan menjadi korban dan tak berdaya selama masa pandemic ini, maka yang bisa dilakukan adalah menyadarkan media akan kesetaraan gender. Media selama masa pandemic ini secara garis besar hanya memberitakan mengenai penyebaran virus, jumlah korban yang terjangkit, keberhasilan dalam penanganan, kebijakan yang diambil selama masa pandemic, namun hanya sedikit media yang memperlihatkan sosok perempuan yang menjadi garda terdepan dalam penanganan Covid-19. Yang diperlihatkan media justru perawat perempuan yang ditolak jasadnya dikarenakan positif Covid-19. Adanya pemberitaan tersebut hanya akan membuat perempuan merasa rendah. Harusnya media menyoroti bagaimana hebatnya perempuan yang mengambil peran ganda dan menyuarakan kesetaraan gender selama masa pandemic. Melalui pemberitaan positif mengenai perempuan selama masa pandemic ini akan meminimalisir angka KDRT yang terjadi, membuat para perempuan juga merasa bangkit dan menyadarkan perempuan di luar yang masih belum sadar akan pentingnya dirinya di dalam kehidupan sosial, sehingga mereka juga mampu menyuarakan ketidakadilan yang terjadi.

Penulis   : Liyan Fitria Ulfa 
NIM  : 17.01.051.049