Nama : Rizqi Masyhury Siregar
Nim : 17.01.051.081
Sebuah faham dan keyakinan yang
menegaskan bahwa perempuan merupakan makhluk dari alam manusia, yang menuntut
akan keadilan dalam kehidupan yang sama dan setara dengan laki-laki dalam
segala aspek kehidupan, kesetaraan gender merupakan kesetaraan yang dimaksud
dalam faham ini yang mana memiliki tujuan agar perempuan juga dapat
berpartisipasi dengan aktif dalam kegiatan sosial meliputi politik, ekonomi,
sosial, budaya dan pendidikan. Faham ini memiliki nama yaitu Feminisme (Nuryati, 2015).
Sudah menjadi sebuah keharusan dan
sepatutnya manusia baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesetaraan yang
sama dalam kehidupan tanpa adanya pihak yang terpinggirkan ataupun didominasi.
Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang memiliki derajat yang sama
disisiNya. Manusia pun dibekali hati, akal dan pikiran yang merupakan sebuah
pembeda dengan makhluk ciptaan Allah lainnya seperti hewan. Dalam Q.S Al-Hajj
Ayat 5, Allah SWT didalam firmannya telah menjelaskan bahwa manusia diciptakan
dari segumpal tanah, kemudian setetes air mani, kemudian menjadi segumpal
darah, menjadi daging yang ditempatkan didalam rahim dan kemudian dilahirkan
menjadi seorang bayi yang dikarunia usia hingga pada akhirnya diwafatkan (Lisa,
2017).
Selaras dengan penjelasan Al-Qur’an
diatas, dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Pasal 3
tentang Hak Asasi Manusia menegaskan bahwa setiap orang dilahirkan bebas dengan
harkat dan martabat manusia yang sama dan sederajat serta dikaruniai akal dan
hati nurani dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam semangat
persaudaraan. Berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum
yang adil serta berhak atas hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia tanpa
diskriminasi.
Dari penjelasan diatas, dapat
disimpulkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak dan kedudukan yang
setara dalam kehidupan sosial dan agama, seperti dalam hal menentukan nasib dan
kehidupannya guna mencapai kesejahteraan hidup baik sebagai masyarakat maupun
sebagai warga negara. Perempuan merupakan mitra sejajar pria dalam meningkatkan
pembangunan maupun kehidupan keluarga, sehingga tidak ada alasan bagi laki-laki
menempatkan perempuan sebagai kelas kedua, apalagi mendominasi dan melakukan
diskriminasi terhadap perempuan. Namun, tidak semua perempuan yang beruntung
dan mendapatkan keadilan atas hak mereka sebagai perempuan.
Dalam kemajuan teknologi yang kita
alami saat ini, segala aspek dalam kehidupan pun memiliki kemajuan yang
signifikan seperti halnya politik, ekonomi, sosial, budaya dan pendidikan.
Banyak hal yang berubah dari zaman ke zaman dari aspek-aspek tersebut bahkan
memberikan dampak tersendiri juga bagi manusia. Seperti halnya dunia perfilman,
Indonesia merupakan salah satu negara produsen film terbanyak di dunia baik itu
dari genre komedi, romantis hingga genre religi. Keberadaan perempuan pun dari
masa ke masa mengalami perubahan yang signifikan juga, dimana yang dulunya
perempuan merupakan makhluk yang paling berdosa dan sumber dari segala dosa
bagi para petinggi eropa pada tahun 1960-an dan sekarang perempuan pun berani
mengeluarkan aspirasinya, menginginkan hak-haknya diberikan kepada mereka
sebagaiman mestinya makhluk hidup. Perempuan pada zaman sekarang ini menurut
pandangan penulis adalah tidak lagi menginginkan kesetaraan dengan laki-laki
akan tetapi mereka menginginkan peran, partisipasi dan keberadaan mereka jauh
diatas laki-laki.
Seiring dengan perkembangan waktu,
arus-arus feminisme islam ini mulai menyebar ke berbagai sisi kehidupan
manusia. Gerakan-gerakan feminisme ini tidak hanya berlangsung di dunia nyata
saja melainkan mulai bergerak ke dunia maya dan dunia sastra. Salah satunya
didalam dunia perfilman, seperti yang dikutip dari Hakim(2013) film Ayat-ayat
Cinta (2008), Perempuan Berkalung Sorban (2008), Tiga Cinta Tiga Doa (2008),
Do’a yang Mengancam (2008), Ketika Cinta Bertasbih (2009), Dalam Mihrab Cinta
(2010), Tanda Tanya (2011), Cinta Suci Zahrana (2012). Kesemua itu merupakan
film religi yang menghadirkan perempuan muslimah sebagai inspiring people,
sosok yang terdidik dan mempunyai relasi yang setara dengan lawan jenisnya baik
dalam ruang pribadi maupun ruang publik.
Film merupakan salah satu media
untuk para perempuan memberikan dan mengaspirasikan suaranya kepada orang
banyak bahwa mereka pantas untuk dilihat, didengar dan mereka pantas untuk
dihargai. Dalam film-film yang berkembang saat ini, banyak dari perempuan
menjadi pemeran utama sebagai inspiring people, yang terkadang
menterbelakangkan laki-laki dalam beberapa aspek kehidupan. Dikutip dari
tulisan Hakim (2013), ia membuat penelitian mengenai perubahan dalam hal alur
cerita dalam film religi, yang mana dulunya perempuan merupakan pihak yang
tersubordinasi/terpinggirkan dalam
sebuah film dan tingkat ketaatan perempuan dalam film religi dulunya
hanya sebatas bagaimana kepatuhan atau kepasrahan si istri (perempuan) terhadap si suami (laki-laki).
Namun, berbeda halnya dengan keadaan
yang sekarang peran perempuan dalam film religi mengalami sedikit pergeseran
dan perubahan. Dahulunya perempuan merupakan pihak yang terpinggirkan dalam
sebuah film akan tetapi kini tidak, bahkan perempuan dijadikan sebagai orang
yang menginspirasi orang banyak dan membuat peran laki-laki dalam film tersebut
seakan-akan hilang. Beberapa film yang memiliki spesifikasi seperti yang
disebutkan sebelumnya seperti 99 Cahaya di Langit Eropa Hanum Salsabiela Rais
dan Rangga Almahendra.
Dalam film 99 Cahaya di Langit Eropa
ini, dapat dirasakan atmosfernya bahwa keberadaan perempuan bernama Fatma Pasha
melupakan semua penontonnya dengan adegan-adegan yang lain dalam film itu.
Fatma memiliki peran yang cukup besar dalam alur cerita film tersebut dimana
fatma merupakan seorang muslimah berasal dari Turki yang bermigrasi ke negara
Austria tepatnya di Vienna. Karena selalu mengenakan hijab dikepalanya para
pemilik toko di Vienna pun tidak mengizinkannya untuk bekerja di perusahaan
mereka dengan berbagai alasan, namun alasan yang utamanya adalah karena hijab
tersebut.
Hanum, merupakan salah satu
perempuan yang juga bermigrasi ke Austria bersama suaminya Rangga yang
melanjutkan studinya di negara tersebut, selain itu ia juga bekerja sebagai
reporter disana. Yang menarik dalam film ini adalah Fatma merupakan Inspiring
People bagi Hanum yang mana dari Fatma, ia mendapatkan pelajaran yang
berharga dari setiap perjalanan mereka. Dalam salah satu scene didalam filmnya,
ketika mereka sedang makan siang di salah satu toko roti di Vienna, ada
beberapa orang laki-laki yang merendahkan negara Turki melalui bentuk roti yang
mereka makan tersebut dan mereka pun mendengarnya. Hanum merasa marah dan ingin
memberikan pelajaran kepada beberapa laki-laki tersebut namun Fatma melarangnya
dan membayar makanan orang-orang yang menghina negaranya tersebut. Sontak Hanum
kecewa dan mengatakan Fatma sebagai orang yang pengecut namun Fatma membalas
dengan perkataan yang lemah lembut.
Di scene lainnya, Fatma juga
memberikan pengetahuan lebih mengenai Sejarah Islam di Eropa kepada Hanum
dengan mengunjungi tempat-tempat bersejarah yang ada di Negara Austria seperti
Museum dan tempat-tempat lainnya yang memperlihatkan bagaimana perjuangan Islam
dulunya. Fatma juga menjelaskan bahwa dulunya negara-negara Eropa merupakan
negara yang sudah dtaklukkan oleh Islam dan dulunya Islam memiliki kekuasaan
yang sangat besar dibumi eropa. Tak hanya sampai disitu, ketika Hanum hendak
pergi ke Prancis Fatma menyarankan agar Hanum bertemu dengan teman lamanya
Fatma yang bernama Marion yang juga merupakan seorang muslimah. Bersama Marion,
Hanum juga diajarkan lagi bagaimana sejarah Islam di Paris melalui bangunan
sejarah, lukisan sejarah dan juga melalui cerita-cerita.
Fatma dan anak perempuannya Aisha
juga merupakan orang yang memiliki peran besar dalam kehidupan Hanum, berkat
mereka berdualah kehidupan Hanum berubah secara siginifikan dalam hal kehidupan
beragama. Hanum lebih mengetahui bagaimana sejarah Islam, bagaimana hukum
Islam, Hanum yang sebelumnya tidak berhijab akhirnya memilih berhijab setelah
edukasi yang diberikan oleh Fatma dan juga anaknya Aisha mengenai keutamaan
berhijab dan juga dalam film ini ada salah satu scene dimana laki-laki eropa
menghormati perempuan yang mengenakan Hijab. Namun, Hanum juga memberikan bantuan
kepada Fatma dengan mengajarkan kepada Fatma dan teman-temannya dalam berbahasa
Inggris.
Setelah diamati, seluruh pemeran
perempuan dalam film ini digambarkan sebagai sosok yang mandiri dalam bidang
ekonomi, bergerak dibidang publik dan memiliki pendidikan yang baik. Seperti
Hanum merupakan seorang Reporter di Vienna, Fatma sebagai sosok wanita yang
kuat dalam menjalani kehidupan di negara minoritas muslim, Marion sebagai
Ilmuwan di Arab World Institue Paris. Karakter muslimah yang memiliki sifat
mandiri yang dapat pergi kemana saja, memiliki pendidikan tinggi dan memiliki
sifat sabar, tabah dan kuat ditonjolkan dalam film ini.
Dengan demikian, penulis memahami
bahwa film ini memiliki “bau-bau” Feminisme didalamnya yang mana di dalam film
ini terlihat secara tidak langsung, para pemeran perempuan memiliki kesetaraan
dan kebebasan yang sama dengan laki-laki meliputi pendidikan, sosial, politik
dan juga di ruang publik, namun dengan tetap mendasarkan pada rasionalitas
agama dan dihubungkan dengan realitas kontemporer. Seakan-akan pemeran
laki-laki didalam film ini tersubordinasi secara tidak langsung karena peran
perempuan yang juga secara tidak langsung mendominasi.
DAFTAR PUSTAKA
Apriani, Fajar.
(2010) Berbagai Pandangan Mengenai Gender dan Feminisme. Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik. Universitas Mulawarman.
Hakim, Lukman.
(2013) Arus Feminisme Islam dalam Film Religi. Jurnal Komunikasi Islam,
Vol. 3. No. 2. Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan
Komunikasi, UIN Sunan Ampel Surabaya.
Hamdi, Saipul.
(2017) Pesantren dan Gerakan Feminisme di Indonesia, IAIN Samarinda
Press, Samarinda, Cetakan I.
Junaidi, Heri
& Hadi, Abdul. Gender dan Feminisme dalam Islam. UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Kholil,
Muhammad. Feminisme dan Tinjauan Kritis terhadap Konsep Gender dalam Studi
Islam. UIM Pamekasan.
Lisa, Nur.
(2017) Kedudukan Perempuan dalam Kumpulan Cerpen SAIA Karya Djenar Maesa
Ayu (Feminisme Marxis). Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Fakultas Bahasa dan Sastra, Universitas Negeri Makassar.
Mahmada, N.D. (2002),
‘Hijabisasi perempuan dalam ruang publik’ in Wajah Liberal Islam di
Indonesia,eds L. Assyaukanie, JIL, Jakarta, pp.
Maulana,
Abdullah Muslich Rizal. (2013) Feminisme sebagau Diskursus Pandangan Hidup. Jurnal
Kalimah, Vol. II, No. 2. Jurusan Ilmu Akidah, Fakultas Ushuluddin, Institut
Studi Islam Darussalam.
Nuryati. (2015)
Feminisme dalam Kepemimpinan. Jurnal Istinbath, No. 16. UIN Raden Fatah
Palembang.
Sofranita,
Beauty Dewi & Wahyuningsih, Fahmi. ( 2015) Pemikiran dan Tindakan Tokoh
Helen Dalam FEUCHTGEBIETE Karya Charlotte Roche. Jurnal Identitaet, Vol.
IV, No. 2. Program Studi Sastra Jerman, Fakultas Bahasa Dan seni, Universitas
Negeri Surabaya.
Zulfikri.
Menelisik Sejarah Pendekatan Feminisme dalam Islam. STIT Diniyyah Puteri Rahmah
El-Yunusiyyah.