Thursday, May 30, 2019

ARUS FEMINISME ISLAM DALAM FILM RELIGI “99 CAHAYA DILANGIT EROPA



Nama : Rizqi Masyhury Siregar
Nim :  17.01.051.081

Sebuah faham dan keyakinan yang menegaskan bahwa perempuan merupakan makhluk dari alam manusia, yang menuntut akan keadilan dalam kehidupan yang sama dan setara dengan laki-laki dalam segala aspek kehidupan, kesetaraan gender merupakan kesetaraan yang dimaksud dalam faham ini yang mana memiliki tujuan agar perempuan juga dapat berpartisipasi dengan aktif dalam kegiatan sosial meliputi politik, ekonomi, sosial, budaya dan pendidikan. Faham ini memiliki nama yaitu Feminisme (Nuryati, 2015).

Sudah menjadi sebuah keharusan dan sepatutnya manusia baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesetaraan yang sama dalam kehidupan tanpa adanya pihak yang terpinggirkan ataupun didominasi. Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang memiliki derajat yang sama disisiNya. Manusia pun dibekali hati, akal dan pikiran yang merupakan sebuah pembeda dengan makhluk ciptaan Allah lainnya seperti hewan. Dalam Q.S Al-Hajj Ayat 5, Allah SWT didalam firmannya telah menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari segumpal tanah, kemudian setetes air mani, kemudian menjadi segumpal darah, menjadi daging yang ditempatkan didalam rahim dan kemudian dilahirkan menjadi seorang bayi yang dikarunia usia hingga pada akhirnya diwafatkan (Lisa, 2017).

Selaras dengan penjelasan Al-Qur’an diatas, dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Pasal 3 tentang Hak Asasi Manusia menegaskan bahwa setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang sama dan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam semangat persaudaraan. Berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta berhak atas hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia tanpa diskriminasi.

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak dan kedudukan yang setara dalam kehidupan sosial dan agama, seperti dalam hal menentukan nasib dan kehidupannya guna mencapai kesejahteraan hidup baik sebagai masyarakat maupun sebagai warga negara. Perempuan merupakan mitra sejajar pria dalam meningkatkan pembangunan maupun kehidupan keluarga, sehingga tidak ada alasan bagi laki-laki menempatkan perempuan sebagai kelas kedua, apalagi mendominasi dan melakukan diskriminasi terhadap perempuan. Namun, tidak semua perempuan yang beruntung dan mendapatkan keadilan atas hak mereka sebagai perempuan.

Dalam kemajuan teknologi yang kita alami saat ini, segala aspek dalam kehidupan pun memiliki kemajuan yang signifikan seperti halnya politik, ekonomi, sosial, budaya dan pendidikan. Banyak hal yang berubah dari zaman ke zaman dari aspek-aspek tersebut bahkan memberikan dampak tersendiri juga bagi manusia. Seperti halnya dunia perfilman, Indonesia merupakan salah satu negara produsen film terbanyak di dunia baik itu dari genre komedi, romantis hingga genre religi. Keberadaan perempuan pun dari masa ke masa mengalami perubahan yang signifikan juga, dimana yang dulunya perempuan merupakan makhluk yang paling berdosa dan sumber dari segala dosa bagi para petinggi eropa pada tahun 1960-an dan sekarang perempuan pun berani mengeluarkan aspirasinya, menginginkan hak-haknya diberikan kepada mereka sebagaiman mestinya makhluk hidup. Perempuan pada zaman sekarang ini menurut pandangan penulis adalah tidak lagi menginginkan kesetaraan dengan laki-laki akan tetapi mereka menginginkan peran, partisipasi dan keberadaan mereka jauh diatas laki-laki.

Seiring dengan perkembangan waktu, arus-arus feminisme islam ini mulai menyebar ke berbagai sisi kehidupan manusia. Gerakan-gerakan feminisme ini tidak hanya berlangsung di dunia nyata saja melainkan mulai bergerak ke dunia maya dan dunia sastra. Salah satunya didalam dunia perfilman, seperti yang dikutip dari Hakim(2013) film Ayat-ayat Cinta (2008), Perempuan Berkalung Sorban (2008), Tiga Cinta Tiga Doa (2008), Do’a yang Mengancam (2008), Ketika Cinta Bertasbih (2009), Dalam Mihrab Cinta (2010), Tanda Tanya (2011), Cinta Suci Zahrana (2012). Kesemua itu merupakan film religi yang menghadirkan perempuan muslimah sebagai inspiring people, sosok yang terdidik dan mempunyai relasi yang setara dengan lawan jenisnya baik dalam ruang pribadi maupun ruang publik.

Film merupakan salah satu media untuk para perempuan memberikan dan mengaspirasikan suaranya kepada orang banyak bahwa mereka pantas untuk dilihat, didengar dan mereka pantas untuk dihargai. Dalam film-film yang berkembang saat ini, banyak dari perempuan menjadi pemeran utama sebagai inspiring people, yang terkadang menterbelakangkan laki-laki dalam beberapa aspek kehidupan. Dikutip dari tulisan Hakim (2013), ia membuat penelitian mengenai perubahan dalam hal alur cerita dalam film religi, yang mana dulunya perempuan merupakan pihak yang tersubordinasi/terpinggirkan dalam  sebuah film dan tingkat ketaatan perempuan dalam film religi dulunya hanya sebatas bagaimana kepatuhan atau kepasrahan si istri (perempuan)  terhadap si suami (laki-laki).

Namun, berbeda halnya dengan keadaan yang sekarang peran perempuan dalam film religi mengalami sedikit pergeseran dan perubahan. Dahulunya perempuan merupakan pihak yang terpinggirkan dalam sebuah film akan tetapi kini tidak, bahkan perempuan dijadikan sebagai orang yang menginspirasi orang banyak dan membuat peran laki-laki dalam film tersebut seakan-akan hilang. Beberapa film yang memiliki spesifikasi seperti yang disebutkan sebelumnya seperti 99 Cahaya di Langit Eropa Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra.

Dalam film 99 Cahaya di Langit Eropa ini, dapat dirasakan atmosfernya bahwa keberadaan perempuan bernama Fatma Pasha melupakan semua penontonnya dengan adegan-adegan yang lain dalam film itu. Fatma memiliki peran yang cukup besar dalam alur cerita film tersebut dimana fatma merupakan seorang muslimah berasal dari Turki yang bermigrasi ke negara Austria tepatnya di Vienna. Karena selalu mengenakan hijab dikepalanya para pemilik toko di Vienna pun tidak mengizinkannya untuk bekerja di perusahaan mereka dengan berbagai alasan, namun alasan yang utamanya adalah karena hijab tersebut.

Hanum, merupakan salah satu perempuan yang juga bermigrasi ke Austria bersama suaminya Rangga yang melanjutkan studinya di negara tersebut, selain itu ia juga bekerja sebagai reporter disana. Yang menarik dalam film ini adalah Fatma merupakan Inspiring People bagi Hanum yang mana dari Fatma, ia mendapatkan pelajaran yang berharga dari setiap perjalanan mereka. Dalam salah satu scene didalam filmnya, ketika mereka sedang makan siang di salah satu toko roti di Vienna, ada beberapa orang laki-laki yang merendahkan negara Turki melalui bentuk roti yang mereka makan tersebut dan mereka pun mendengarnya. Hanum merasa marah dan ingin memberikan pelajaran kepada beberapa laki-laki tersebut namun Fatma melarangnya dan membayar makanan orang-orang yang menghina negaranya tersebut. Sontak Hanum kecewa dan mengatakan Fatma sebagai orang yang pengecut namun Fatma membalas dengan perkataan yang lemah lembut.

Di scene lainnya, Fatma juga memberikan pengetahuan lebih mengenai Sejarah Islam di Eropa kepada Hanum dengan mengunjungi tempat-tempat bersejarah yang ada di Negara Austria seperti Museum dan tempat-tempat lainnya yang memperlihatkan bagaimana perjuangan Islam dulunya. Fatma juga menjelaskan bahwa dulunya negara-negara Eropa merupakan negara yang sudah dtaklukkan oleh Islam dan dulunya Islam memiliki kekuasaan yang sangat besar dibumi eropa. Tak hanya sampai disitu, ketika Hanum hendak pergi ke Prancis Fatma menyarankan agar Hanum bertemu dengan teman lamanya Fatma yang bernama Marion yang juga merupakan seorang muslimah. Bersama Marion, Hanum juga diajarkan lagi bagaimana sejarah Islam di Paris melalui bangunan sejarah, lukisan sejarah dan juga melalui cerita-cerita.

Fatma dan anak perempuannya Aisha juga merupakan orang yang memiliki peran besar dalam kehidupan Hanum, berkat mereka berdualah kehidupan Hanum berubah secara siginifikan dalam hal kehidupan beragama. Hanum lebih mengetahui bagaimana sejarah Islam, bagaimana hukum Islam, Hanum yang sebelumnya tidak berhijab akhirnya memilih berhijab setelah edukasi yang diberikan oleh Fatma dan juga anaknya Aisha mengenai keutamaan berhijab dan juga dalam film ini ada salah satu scene dimana laki-laki eropa menghormati perempuan yang mengenakan Hijab. Namun, Hanum juga memberikan bantuan kepada Fatma dengan mengajarkan kepada Fatma dan teman-temannya dalam berbahasa Inggris.

Setelah diamati, seluruh pemeran perempuan dalam film ini digambarkan sebagai sosok yang mandiri dalam bidang ekonomi, bergerak dibidang publik dan memiliki pendidikan yang baik. Seperti Hanum merupakan seorang Reporter di Vienna, Fatma sebagai sosok wanita yang kuat dalam menjalani kehidupan di negara minoritas muslim, Marion sebagai Ilmuwan di Arab World Institue Paris. Karakter muslimah yang memiliki sifat mandiri yang dapat pergi kemana saja, memiliki pendidikan tinggi dan memiliki sifat sabar, tabah dan kuat ditonjolkan dalam film ini.

Dengan demikian, penulis memahami bahwa film ini memiliki “bau-bau” Feminisme didalamnya yang mana di dalam film ini terlihat secara tidak langsung, para pemeran perempuan memiliki kesetaraan dan kebebasan yang sama dengan laki-laki meliputi pendidikan, sosial, politik dan juga di ruang publik, namun dengan tetap mendasarkan pada rasionalitas agama dan dihubungkan dengan realitas kontemporer. Seakan-akan pemeran laki-laki didalam film ini tersubordinasi secara tidak langsung karena peran perempuan yang juga secara tidak langsung mendominasi.

DAFTAR PUSTAKA

Apriani, Fajar. (2010) Berbagai Pandangan Mengenai Gender dan Feminisme. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Mulawarman.
Hakim, Lukman. (2013) Arus Feminisme Islam dalam Film Religi. Jurnal Komunikasi Islam, Vol. 3. No. 2. Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Sunan Ampel Surabaya.
Hamdi, Saipul. (2017) Pesantren dan Gerakan Feminisme di Indonesia, IAIN Samarinda Press, Samarinda, Cetakan I.
Junaidi, Heri & Hadi, Abdul. Gender dan Feminisme dalam Islam. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kholil, Muhammad. Feminisme dan Tinjauan Kritis terhadap Konsep Gender dalam Studi Islam. UIM Pamekasan.
Lisa, Nur. (2017) Kedudukan Perempuan dalam Kumpulan Cerpen SAIA Karya Djenar Maesa Ayu (Feminisme Marxis). Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Sastra, Universitas Negeri Makassar.
Mahmada, N.D. (2002), ‘Hijabisasi perempuan dalam ruang publik’ in Wajah Liberal Islam di Indonesia,eds L. Assyaukanie, JIL, Jakarta, pp.
Maulana, Abdullah Muslich Rizal. (2013) Feminisme sebagau Diskursus Pandangan Hidup. Jurnal Kalimah, Vol. II, No. 2. Jurusan Ilmu Akidah, Fakultas Ushuluddin, Institut Studi Islam Darussalam.
Nuryati. (2015) Feminisme dalam Kepemimpinan. Jurnal Istinbath, No. 16. UIN Raden Fatah Palembang.
Sofranita, Beauty Dewi & Wahyuningsih, Fahmi. ( 2015) Pemikiran dan Tindakan Tokoh Helen Dalam FEUCHTGEBIETE Karya Charlotte Roche. Jurnal Identitaet, Vol. IV, No. 2. Program Studi Sastra Jerman, Fakultas Bahasa Dan seni, Universitas Negeri Surabaya.
Zulfikri. Menelisik Sejarah Pendekatan Feminisme dalam Islam. STIT Diniyyah Puteri Rahmah El-Yunusiyyah.

No comments:

Post a Comment