Friday, May 31, 2019

REPRESENTASI FEMINISME DALAM IKLAN TELEVISI


Dian Fajar Utami 17.01.051.025

Pada umumnya dalam iklan perempuan selalu ditampilkan sebagai sosok yang tidak jauh dari peran domestic seperti masalah dapur, sumur, mengurus anak, belanja untuk kebutuhan keluarga, dan sebagainya. Mereka terkadang pula diposisikan sebagai subordinat laki-laki, misalnya menjadi bawahan, sekretaris, dan peran-peran melayani atau menopang kebutuhan laki-laki. Sama halnya dengan posisi mereka dalam kehidupan bermasyarakat; banyak peraturan pemerintah, aturan keagamaan, kebudayaan dan kebiasaan atau adat masyarakat yang dikembangkan karena stereotipe ini.

Di India ada sebuah ungkapan membesarkan anak perempuan sama saja seperti mengairi pohon rindang di halaman orang lain. ((Julia Cleves Mosse, Gender Pembangunan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2004, hal. 67.)) Demikian juga ahli filsafat sejak ribuan tahun yang lalu misalnya Aristoteles menyebarkan ajarannya yang mengatakan bahwa laki-laki menguasai perempuan karena jiwa perempuan memang tidak sempurna. Seperti pernyataan Kant yang dikutip oleh Budiman, sulit dipercaya bahwa perempuan punya kesanggupan untuk mengerti prinsip-prinsip. Schopenhauer dalam Budiman, mengungkapkan bahwa perempuan dalam segala hal terbelakang, tidak sanggup berpikir dan berefleksi. Posisinya di antara laki-laki dewasa yang merupakan manusia sesungguhnya dan anak-anak.

Perempuan hanya tercipta untuk beranak. Pendapat Spock seperti dikutip oleh Budiman menyebutkan bahwa ”perempuan pada hakikatnya hanya dapat mengerjakan sesuatu yang diulang-ulang, pekerjaan tidak menarik, merasa bahagia kalau tidak agresif tidak hanya secara seksual namun juga dalam kehidupan sosial, pekerjaan, dan tugasnya sebagai ibu”. Ide bahwa perempuan lebih ’lemah’ dari laki-laki disebarkan juga melalui agama-agama besar dunia. Budiman memberi contoh tentang ajaran yang mengatakan perempuan terbuat dari tulang rusuk laki-laki, bahkan ada doa pagi dari penganut agama tertentu yang isinya pujian dan ucapan syukur pada pencipta karena tidak dilahirkan sebagai perempuan

Contoh lainnya ujarnya adalah agama tertentu mengajarkan pula bahwa laki-laki lebih berkuasa dari wanita karena sifat-sifat yang diberikan Tuhan pada mereka memang demikian adanya dan banyak lagi pendapat yang melemahkan posisi perempuan dalam berbagai ajaran agama. ((Arief Budiman, Pembagian Kerja Secara Seksual, Jakarta: PT. Gramedia, 1982, hal. 6-8.)) Kalau diamati lebih jauh hampir di sebagian besar iklan yang ditayangkan di media massa selain menempatkan perempuan dalam perannya sebagai‘orang kedua’atau disubordinasikan pada peran laki-laki,perempuan terkadang hanya dipakai sekedar sebagai pemanis saja karena perannya sama sekali tidak ada hubungannya dengan pesan pokok iklan.

Mereka ditampilkan dengan pakaian seksi, mengekspos tubuhnya, membuka sedikit dadanya atau menunjukkan betisnya yang indah, dan lain sebagainya untuk menimbulkan perhatian saja. Dalam perkembangan selanjutnya berbagai stereotipe perempuan yang lemah dan selalu menjadi subordinat pria dalam penampilannya di berbagai iklan mulai menunjukkan perubahan dimana posisi perempuan terkadang ditampilkan lebih ‘berkuasa’dan perkasa’dari laki-laki. Atau mereka tidak lagi ditampilkan sebagai makhluk yang lemah dan pasif namun kuat, gesit dan lincah. Salah satu contoh kasusnya adalah sosok gadis cantik Dian Sastro dalam iklan produk sabun mandi yang membuat pria-pria penggoda keteteran karena kemampuan beladirinya yang lihai. Atau Zhang Zi Yi dalam iklan produk kartu kredit yang juga membuat pria bertekuk lutut karena keahlian beladirinya.

Iklan cenderung menggambarkan perempuan dalam posisi yang subordinatif. Hal ini karena adanya suatu anggapan di masyarakat pada umumnya bahwa wanita itu pasif, kurang cerdas, emosional sehingga menyebabkan ia terkadang bertindak irasional, maka ia tidak bisa memimpin dan oleh karena itu harus ditempatkan pada posisi yang tidak penting.Misalnya dalam iklan perempuan digambarkan sebagai orang kedua, yang keberadaannya dalam struktur sosial kemasyarakatan di bawah laki-laki. Meski terkadang ia digambarkan dalam peran- peran yang bersifat publik seperti perkantoran dan bisnis namun jarang sekali yang diposisikan sebagai tokoh yang berperan sebagai pengambil keputusan (sebagai pemimpin).

Pada umumnya wanita digambarkan sebagai karyawan/bawahan, misalnya sekretaris, sementara laki-laki lebih sering ditampilkan sebagai tokoh yang berperan sebagai pengambil keputusan (sebagai pemimpin atau bos). Sering pula dalam karya iklan perempuan ditampilkan secara dominan dalam arti ia menjadi daya tarik dan perhatian pemirsa namun kalau diamati lebih jauh identitas dan peran sosialnya tidak jelas. Sehingga kesan yang nampak secara sosial terhadap keberadaannya hanyalah sebagai pelengkap dan pendukung keberadaan laki-laki. Misalnya, sebagai pendamping suami atau laki-laki, baik itu dalam gambaran kehidupan rumah tangga, dalam hubungan kerja, maupun dalam hubungan kemasyarakatan. Marginalisasi perempuan yang muncul kemudian menunjukkan bahwa perempuan menjadi the second sex seperti sering disebut sebagai “warga kelas dua” yang keberadaannya tidak begitu diperhitungkan.

Dikotomi nature dan culture menunjukkan pemisahan di antara laki-laki dan perempuan, yang satu memiliki status  yang lebih rendah dari yang lain. Perempuan yang memiliki sifat “alam” (nature)harus ditundukkan agar mereka lebih berbudaya (culture).Usaha “membudayakan” perempuan tersebut telah menyebabkan terjadinya proses produksi dan reproduksi ketimpangan hubungan antara laki-laki dan perempuan (Abdullah, 2006:3).

Penempatan yang tidak seimbang menjadi kekuatan pemisahan sektor kehidupan dalam sektor “domestik” dan “publik”. Perempuan dianggap orang yang berkiprah dalam sektor domestik dan laki-laki ditempatkan untuk mengisi sektor publik. Ideologi semacam ini telah disahkan oleh berbagai lembaga sosial yang kemudian menjadi fakta tentang status dan peran perempuan. Televisi dalam proses ini berperan aktif menegaskan kedudukan dan peran perempuan dengan merepresentasikan perempuan baik sebagai ibu maupun sebagaiistri yang selalu terkait dengan rumah, masakan, pakaian, kecantikan dan kelembutan.


Daftar Pustaka

https;//lakilakibaru.or.id/maskulinitas –perempuan – dalam – iklan
htpps;//repositoorii.uin-alaudin.ac.id perempuan dalam iklan
Arief Budiman, Pembagian Kerja Secara Seksual, Jakarta: PT. Gramedia, 1982, hal. 6-8.))

No comments:

Post a Comment