Thursday, May 30, 2019

Gagalnya Penerapan Konsep Feminisme di Indonesia



 Nama : Mohammad Khairul Fikri
Nim : 16.01.051.048

Dewasa ini banyak segala berbagai gerakan yang menitik beratkan terhadap pemikiran yang cenderung inovasi dan revolusi, karena hal ini tidak terlepas daripada pemikiran manusia yang pada umumnya menginginkan sebuah perubahan pada setiap sistem yang mereka rasakan, terutama  pada penataan sistem sosial,  salah satu gerakan yang cukup eksis akhir-akhir ini adalah sebuah gerakan yang disebut dengan feminisme, feminisme ialah sebuah gerakan yang berfokus pada perjuangan untuk mendobrak tatanan sosial yang bersifat patriarki dan juga diskriminasi terhadap perempuan, yang mana tujuan daripada gerakan ini ialah pad dasarnya adalah untuk membela hak-hak perempuan juga pembelaan sifat manusiawi perempuan.

Konsep gerakan inipun jika kita lihat secara general merupakan sebuah reaksi atas berbagai ketidakadilan yang umumnya di rasakan oleh kaum perempuan, banyak berbagai spekulasi atas sejarah kapan dan dimana mulainya pemikiran seperti ini berkembang, tetapi menurut salah satu literatur mengungkapkan bahwa feminisme muncul dan memiliki keterkaitan pada masa abad peralihan atau masa reinassance di italia, pada abad ke-14 hingga abad ke-17. Yang dimana kemudian berkembang pesat secara global di berbagai penjuru negara maupun benua. Jika kita ingin melihat indonesia sendiri, feminisme sudah mulai masuk ke Indonesia sejak pada masa penjajahan, yang dimana hal ini juga muncul karena rasa perjuangan untuk bisa terbebas daripada jeratan penjajahan kala itu, seperti salah satu dampaknya ialah penetapan hari ibu diIndonesia pada tanggal 22 Desember 1953 oleh presiden Soekarno, melalui dekrit Presiden Republik Indonesia no.316  yang ternyata merupakan rentetan daripada hasil kongres perempuan pertama di Indonesia pada tanggal 22 Desember 1928, yang diikti oleh berbagai organisasi-organisasi besar diIndonesia, beberapa di antaranya adalah, Sarekat Islam, Budi utomo, Jong Java, dan masih banyak lagi. Dan semenjak itulah banyak sekali muncul organisasi-organisasi yang berfokus kepada perjuangan hak-hak perempuan dan pembelaannya, salah satunya ialah Gerwani (Gerakan Wanita Nasional) yang terbentuk pada tahun 1954 yang lalu kemudian bubar pada tahun 1964.

Gerakan-gerakan perempuan pada masa itu sangat membantu dan turut memberikan sumbangsih terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia, yang mana ialah terbukanya ruang gerak bagi perempuan yang kemudian banyak memunculkan tokoh-tokoh pahlawan nasional yang kini kita kenal, beberapa di antaranya ialah R.A Kartini, dan Cut Nyak Dien. Tetapi jika kita lihat akhir-akhir ini pergerakan feminisme di Indonesia di rasa kurang substansi dan tidak fokus terhadap kebutuhan masyarakat Indonesia pada umumnya,  seperti beberapa di antaranya ialah sebuah narasi yang dilontarkan oleh sebuah partai baru yaitu PSI (Partai Solidaritas Indonesia) yang berwajahkan anak muda, mengatakan untuk menentang dan melarang praktek poligami di Indonesia. Yang mana hal ini juga menimbulkan pro kontra bagi masyarakat karena menganggap bahwa praktek poligami adalah sikap yang dibolehkan bagi agama, khususnya agama mayoritas di Indonesia yaitu Islam. Bahkan juga hal ini banyak dikritik oleh beberapa tokoh politik yang menyesalkan sikap PSI yang dirasa tidak sesuai substansi, ialah Andre Rosadi salah seorang tokoh politik maupun kader dari partai Gerindra yang mengatakan bahwa “Partai Solidaritas Indonesia saat ini, harusnya fokus kepada pelarangan perzinahan, bukan mencampuri urusan rumah tangga orang lain, yang justru di dalah sebuah agama hal tersebut di benarkan”. Narasi Feminisme lainnya yang dirasa tidak sesuai substansi ialah keluar daripada sebuah gerakan bernama Indonesia Feminis yang justru secara terang-terangan mendukung LGBT, yang padahal seperti kita tahu, bahwa LGBT sendiri adalah sebuah sikap yang tidak diterima di Negara Indonesia dengan penduduk mayoritas muslim, dan memiliki sikap kenegaraan yang berlandaskan Pancasila sesuai norma-norma agama.

Jika kita melihat dan mengamati berbagai isu feminisme yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini, maka mungkin kita bisa menyimpulkan bahwa gerakan Feminisme di Indonesia sarat akan pemikiran liberalisme, yaitu sebuah konsep pemikiran yang tidak sesuai dengan tatanan sosial yang ada di Indonesia, dan jika saja penerapan konsep feminisme ini sesuai pada substansi dan melekat padanya dasar-dasar agama, makan akan sangat mungkin sekali, gerakan feminisme ini akan dengan mudahnya di terima oleh publik, khususnya Masyarakat Indonesia

Daftar Pustaka

Fadrik Aziz Firdausi.2018. Dewi Sartika, Pendidik dari Priangan, Melawan adat
Kolot & Poligami. (https://tirto.id/dewi-sartika-pendidik-dari-priangan-
melawan-adat-kolot-poligami-cH1v).
Di akses tanggal 29 Mei 13.05






No comments:

Post a Comment