Friday, May 17, 2019

“Prostitusi Mengintai Kehidupan Remaja Perempuan di Sumbawa”




Oleh: Nur Khaerani
( 17.01.051.069 )
            Feminisme merupakan gerakan menuntut adanya kesetaraan hak dan keadilan antara perempuan dan laki-laki.Kata feminisme di cetuskan pertaha kali oleh aktivis sosialis utopis, Charles Fourier pada tahun 1837.Paham feminism mengacu pada konsep “kebebasan perempuan”. Pada posisi ini perempuan akan merasa memiliki hak yang sama dengan laki-laki. 
            Feminisme menurut goefe (1878) adalah teori mengenai persamaan hak perempuan terhadap laki-laki, ia adalah sebuah kegiatan yang terorganisir untuk memperjuangkan kepentingan maupun hak-hak perempuan dalam system sosial akibat ketimpangan gender, feminesme berupaya menggalang  dukungan dan mendapatkan pengakuan untuk terciptanya kebebasan hak terhadap perempuan yang selama ini tertutupi hegemoni patriarki.
Teori feminisme ini sendiri memfokuskan kepada penyadaran public mengenai kepentingan nya untuk selalu menempatkan persamaan gender dalam peroses system sosial, teori ini juga sebenarnya berasal dari pada realitas sosial yang ada dan menimbulkan konflik paradigm yang akhirnya muncul di tengah-tengah masyarakat lalu menghasilkan sebuah perspektif dan pandangan baru mengenai system patriarkiyang harus di ubah.
Prostitusi merupakan sebuah fenomena yang ada dalam kehidupan bermasyarakat. Keberadaan prostitusi pada perempuan pada dasarnya adalah adanya ketidakberdayaan dari kaum perempuan dalam aspek kehidupan apabila di bandingkan dengan kaum laki-laki, oleh karna itu hal tersebut maka perspektif  feminisme menjadi acuan dalam mengupas persoalan prostitusi yang terjadi pada perempuan.
Masalah prostitusi adalah masalah structural.Permasalahan mendasar yang terjadi dalam masyarakat adalah mereka masih memahami masalah prostitusi sebagai masalah moral. Fenomena prostitusi merupakan salah satu bentuk kriminalitas yang sangat sulit untuk di tangani dan jenis krimnalitas ini banyak didukung oleh factor ekonomi dan kehidupan masyaraka, dimana dalam masyarakat itu sendiri mendapat pemenuhan akan kebutuhan secara manusiawi, keinginan yang timbul ini merupakan akibat dari nafsu biologis manusia yang sangat sederhana. Ketika individu tidak mampu memenuhi kebutuhan kepuasan, maka prostitusi menjadi jalan keluar untuk memenuhi kebutuhan.Prostitusi bisa terjadi pada siapa saja tidak memandang jenis kelamin. Prostitusi bisa terjadi pada kaum laki-laki ndan perempuan( Aggleton dalam Nanik et al, 2012).
Budaya Patriarki membawa dampak yang buruk terhadap perempuan pekerja seks.Diskriminasi yang diterima pekerja seks perempuan lebih berat bila dibandingkan pekerja seks laki-laki. Pada dasarnya manusia ingin memiliki keehidupan yang baik, seperti terpenuhinya kebutuhan hidup, baik kebutuhan jasmani,rohani, social  dan utamanya saat ini yaitu terpenuhinya kebutuhan ekonomi. Berbagai upaya yang dilakukan manusia uuntuk memenuhi kebutuhannya.
Kabupaten Sumbawa adalah sebuah kabupaten di  provinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Ibu kotanya adalah Sumbawa Besar.Kabupaten ini terletak di sebagian besar begian barat pulau Sumbawa. Luas: 6.644 km², jumlah penduduk:434.464, di lansir dari kabar Sumbawa  Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di kabupan Sumbawa pada tahun 2017 mencapai 68,69 ribu jiwa.
Kemiskinan merupakan masalah kemanusiaan, meningkatnya angka kemiskinan disetiap tahun hendak menunjukan bahwa kemiskinan tidak pernah bosan menghancurkan cita-cita masyarakat khususnya generasi muda.Banyak nya keluarga miskin yang tidak mampu mengenyam pendidikan, akhirnya memaksa mereka untuk untuk tidak mendapat kesempatan kerja yang layak, himgga memicu konflik social dalam masyarakat, karena kondiri tersebut kemudian tidak sedikit anak-anak yang terjebak dalam perdagangan manusia bahkan dalam kondisi berbahaya sekalipun.
Di zaman yang semakin maju ini justru banyak anak dan perempuan yang menjadi objek diskriminasi.Anak-anak dan perempuan adalah segmen yang paling rentan yang menjadi korban perdagangan manusia (human trafficking)untuk di jadikan alat kejahatan.Korban human traffickingadalah yang berada di bawah garis kemiskinan terutama anak-anak dan perempuan.Perdagangan manusia dengan perempuan sebagai korbannya berkaitan erat dengan praktik prostitusi.
Indonesia adalah Negara luas dengan jumlah masyarakat mencapai dua ratusan juta jiwa penduduk, sebagai contoh kasus penulis mencoba mengangkat sebuah isu prostitusi di Kabupaten Sumbawa.Melalui observasi dengan seorang PSK penulis berusaha menarasikan hasil observasi dan menuangkan opini dan pandangan terhadap PSK. Di Kabupaten Sumbawa, terdapat beberapa titik kegiatan prostitusi berlangsung diantaranya hotel-hotel di kota Sumbawa, Pantai Kencana, Pantai Batu Gong bertempat di kecamatan Labuan.
Dalam sebuah kasus yang berhasil penulis amati, dan diskusikan dengan beberapa rekan. Menghasilkan beberapa fakta bahwa PSK ini melakukan pekerjaan prostitusi sebagian besar didukung oleh faktor ekonomi seperti kesenjangan ekonomi yang dialami para PSK. PSK YANG penulis amati dan selami kehidupannya beranggapan bahwa dengan menjadi PSK melalui prostitusi online dapat memperbaiki keadaan ekonomi. Walaupun dengan resiko akan disingkirkan dari social masyarakat karna dianggap menentang norma dan adat. Kita ketahui bahwa tanah Sumbawa adalah tanah beradat, dengan masyarakatnya masih memegang teguh adat istiadat. Sehingga apabila ada anggota masyarakat yang melanggar aturan norma dan moral akan sangat dikucilkan oleh kelompok masyarakat.
Menilik latar belakang PSK bernisial EP, beliau adalah seorang anak perempuan tunggal yang lahir dari keluarga berlatar belakang kurang mampu, tinggal di desa kabupaten Moyo Hulu.Menginjak bangku sekolah SMA kelas 3, beliau putus sekolah karena memutuskan untuk menikah.Beberapa tahun kemudian cerai karena merasa tidak cocok. Pasang surut kehidupannya sangat dipengaruhi oleh lingkungan pergaulannya yang kurang mendukung tumbuh kembangnya ia sebagai seorang gadis desa. Sehingga pasca perceraian ia mengadu nasib dengan menyeburkan diri ke dunia prostitusi di Sumbawa. Baginya memilih pekerjaan menjadi PSK adalah solusi dari permasalahan-permasalahan hidupnya.Dan jalan keluar untuk memperbaiki kesenjangan ekonomi yang dialami pasca perceraian.
EP sebagai seorang PSK, menyadari resiko besar yang mengintai kehidupannya jika memilih menajdi seorang PSK.Terlebih pribadi EP yang tidak perduli dengan isu-isu tentang dirinya di tengah masyarakat dan tetangga.Ia bahkan tidak mempermasalahkan ketika ia dikucilkan oleh masyarakat karena dianggap menentang norma dan moral masyarakat. Imbasnya bukan hanya pribadi EP, keluarganya terlebih Ibunda EP adalah anggota keluarga paling terdampak atas profesinya.Ibunda EP ikut disingkirkan oleh kelompok masyarakat karena dianggap tidak mampu mendidik anak dengan baik padahal Ibunda EP hanya memiliki satu anak saja.Akibat disingkirkan oleh masyarakat, EP semakin tidak perduli dengan lingkungannya karena telah timbulnya sifat anti social dan apatis yang tercipta dari perlakuan social masyarakat kepada profesi dan keluarganya.
Dari kasus ini, timbulah kesimpulan dan fakta yang penulis tertarik menuangkannya kedalam sebuah tulisan opini. Penulis beranggapan bahwa apa yang ditempuh EP memilih menjadi seorang PSK dipengaruhi oleh banyak hal termasuk stigma masyarakat yang menghakiminya secara moral, memperkuat pendirian EP untuk meneruskan pekerjaan menyimpangnya ini. Stereotipe yang menghakimi pekerjaan EP sebagai prostitusi memperburuk situasi, karena sudah terlanjur diasingkan dan dianggap pekerja rendahan serta hina.EP malah semakin menarik dirinya dari social.Pendidikan dan kesenjangan ekonomi dalam kasus ini menjadi kompor pemanas EP memilih solusi menyimpang dari permasalahan hidupnya.
Dari kasus EP, penulis beropini bahwa masih banyak remaja perempuan Dari kasus EP, penulis beropini bahwa masih banyak remaja perempuan di luar sana yang sama seperti EP, tetapi yang penulis mengambil satu contoh. 
Solusi untuk mengurangi banyaknya PSK adalah:
·         Adanya program memperbaikipola pikir masyarakat
·         Adanya sosialisasi kepada masyarakat tentang remaja sehat
·         Adanya reformasi dari aparat pemerintah
Meskipun ini hanya sebuah opini dalam pemberian solusinya namun setiap orang tua pasti memiliki cara tersendiri untuk menjauhkan para remajanya dari perbuaran tersebut. Penanggulangan PSK bukan hanya di ciduk lalu di beri pelatihan tetapi juga harus di salurkan untuk mendapatkan pekerjaan baru yang layak.Selain itu harus adanya perubahan pandangankepada PSK yang sudah berhenti dan hendak bekerja agar mereka tidak di pandang remeh dan di kucilkan di lingkungan masyarakat itu sendiri.
            Feminisme mempengaruhi pimikiran-pemikiran yang dengan kegiatan perempuan salah satu yang di sorot adalah prostitusi.Perspektif feminisme terhadap prostitusi, yaitu feminisme liberal, pandangan feminisme liberal melihat bahwa perempuan sejajar dengan laki-laki, memiliki hak-hak yang sama dan tidak bertentangan melainkan identik, karena keduanya berasal dari suatu kromosom yang sama ( Syinnot dalam Nanik et al, 2012).
            Dalam pandangan feminisme ini akhirnya di pergunakan untuk membahas prostitusi yanhg terjadi pada kaum perempuan, adapun pandangan tersebut adalah sebagai berikut:
1)      Memfokuskan paada perlakuan yang sama terhadap perempuan di luar dari pada di dalam keluarga.
2)      Memperluas kesempatan dalam pendidikan di anggap sebagai cara paling efektif dalam melakukan perubahan sosial.  Terjebaknya perempuan pekerja seks dalam pekerjaan sebagai penjual jjasa seks merupaakan akibat dari minimnya kesempatan yang yang di peroleh perempuan terssebut dalam bidang pendidikan.
3)      Pekerjaan-pekerjaan perempuan seperti perawatan anak dan pekerjaan rumah tangga di pandang sebagai pekerjaan yang tidak terampil yang hanya mengandalkan tubuh, bukan pikiran rasional. Begitu juga pekerjaan dalam melayani jasa seks, juga di anggap sebagai pekerjaan yang tidak membutuhkan ketrampilankhusus yang hanya mengandalkan tubuh saja, sebagaimana yang di sampaikan oleh ( Edlund dan Korn dalam Nanik et al,2012), prostitusi adalah sebuah pekerjaan yang di lakukan oleh perempuan dengan keterampilan yang rendah namun mendapatkan gaji yang besar. Sama juga halnya yang di sampaikan oleh (Sachsida dan Moreira dalam Nanik et al, 2012) di mana prostitusi merepakan pekerjaan dengan gaji yang besar namun pekerja tersebut dalam kondisi buruk.
          Jadi dapat di simpulkan bahwa feminisme liberal terhadap perempuan pekerja seks menyatakan bahwa pekerjaan di lakukan tersebut karena rendahnya pendidikan dan keterampilan. Terjebaknya perempuan pekerja seks dalam pekerjaan sebagai  penjual jasa seks merupakan akibat dari minimnya kesempatan yang di peroleh perempuan tersebut dalam bidamng pendidikan.




  



Daftar Pustaka
Nanik, Sahur; Sanggar Kamto; dan Yayuk Yuliati. 2012. Fenomena KeberadaanProstitusi Dalam Pandangan Feminisme. Wacana. Vol. 15, No. 4. Halaman23-29. Surabaya: Universitas Brawijaya. Diunduhhttp://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:XfLIbCLixIJ:download.portalgaruda.org/article.php%3Farticle%3D272819%26val%3D7123%26title%3DFenomena%2520Keberadaan%2520Prostitusi%2520Dalam%2520Pandangan%2520Feminisme+&cd=2&hl=en&ct=clnk (12 mei 2019)

Synnott, Anthony. 2003. Tubuh Sosial: Simbolime, Diri, dan Masyarakat. Jalasutra. Yogyakarta.

https://media.nelit.com>publications
https://www.academia.edu>teori-feminisme
http//journal.unpar.ac.idd/index.php/melintas/artcle/view/266(25 januari2016)
jurnal.fh.unila.ac.id
jurnal.radenfatah.ac.id
digilib.unila.ac.id


No comments:

Post a Comment