Monday, May 20, 2019

Peran Wanita dalam Pesta Demokrasi


Anabil Alhaq Mujahid
Nim 17.01.051.014

Seperti yang kita ketahui saat ini bahwa pada zaman sekarang banyak yang mengatakan, emansipasi wanita telah berjalan dengan baik. Posisi wanita di berbagai bidang telah telah banyak diakui. Namun meski demikian, apa benarkah realita demikian yang terjadi sudah berjalan dengan baik? Perlukah kiranya hal tersebut dikaji lagi, bukan untuk mempertanyakan dan meragukan, namun untuk lebih mengetahui apa yang terjadi sebenarnya pada wanita masa kini. Perhatian tulisan ini akan mengerucut pada representasi wanitapada hak – hak dan potensinya di masa kini. Diharapkan berangkat dari tulisan ini, bisa menjadi awal mula penelitian lebih lanjut terkait bagaimana sebenarnya posisi wanita dimasyarakat sebenarnya khususnya pada momentum pesta demokrasi.


Demokrasi dan kepemimpinan adalah suatu hal yang saling berhubungan, seperti pada saat kita berbicara tentang suatu kepemimpinan pasti yang ada dipikiran masyarakat umum adalah pria atau lelaki padahal jika kita lihat lebih dalam lagi, perempuan juga mempunyai jiwa kepemimpinan, yang tidak jauh berbeda keahliannya dalam memberi arahan, dalam berorasi maupun beretorika atau bahkan memberi gagasan.

Sejatinya di Indonesia saat ini, kesetaraan hak-hak perempuan sudah sangat baik, lihat saja Mantan Presiden Ibu Megawati, beliau ialah wanita yang berhasil menjadi Presiden dari pemilihan umum pada masanya, sebuah sukses dalam peraihan karir yang paling tinggi di negeri ini. Dan juga ada Rini Suwandi adalah seorang professional handal yang menjabat sebagai menteri Perdagangan.  Perjuangan perempuan dalam memperoleh hak-haknya disegala bidang, termasuk hak politiknya. Analisis ilmu politik, prosentase perempuan lebih besar dalam komposisi demografi dan sebenarnya ini menguntungkan perempuan untuk memperoleh hak politik dan terlibat dalam pengambilan keputusan kebijakan publik. Tetapi pada kenyataanya, jumlah angota legislative perempuan sangat sedikit. Dari data yang didapat lalu dikutip dari Inter-Parliamentry Union 2014. Indonesia menduduki peringkat ke-90 negara dengan jumlah persentase perempuan dilegislatif sebesar 16,8%. Tidak hanya pada keanggotaan legislatif, tetapi juga pada organisai sosial politik. Dari kondisi seperti itu yang kemudian berhasil mengarahkan kebijakan pemilu yang mendorong peningkatan jumlah anggota legislatif perempuan. Akhirnya hak politik perempuan dicantumkan pada pasal 65 ayat 1 UU no 12 tahun 2003 tentang Pemilu, DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap daerah. Pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%. Lalu dipertegas melalui  UU No.10 tahun 2008 tentang pemilu legislatif dan UU No.2 tahun 2008 tentang partai politik.


Dari adanya aturan tersebut menghasilkan kepala daerah perempuan terpilih  dari momentum demokrasi dalam pemilhan umum, seperti Kabupaten Banyuwangi (Ratna Ani Lestari), Kabupaten Probolinggo (Tanti Hasan Aminudin), dll. Tahun 2011, terdapat 16 orang bupati/walikota dan satu orang gubernur perempuan. Hadirnya dampak besar dari keterlibatan perempuan dalam pemilu dapat dipengaruhi oleh kebijakan dan program yang disusun oleh penyelenggara pemilu. Oleh karena itu, sangatlah penting bahwa penyelenggara pemilu secara sadar dan proaktif mengikutsertakan ender kedalam analisis, perencanaan, dan implementasi seluruh kegiatannya dan juga interaksi dengan pemangku kepentingan lain yang terkibat dalam proses kepemiluan. Saat ini sudah ada beberapa contoh positif tentang penyelenggara pemilu yang menerapkan praktek dan kebijakan yang sensitive terhadap gender, namun penyelenggara pemilu dapat melakukan jauh lebih banyak untuk mengarusutamkan gender secara lebih menyeluruh dan bermakna dalam rganisasi masing-masing.


Oleh karena itu dalam beberapa hal untuk memulai kesetaraan tidak dalam semua hal, tetapi faktor keadilan haruslah tetap ada dalam segala bidang termasuk dalam bidang politik dan demokrasi itu sendiri. padahal seharusnya jika perempuan mau, perempuan mampu meraup suara karena demografi menunujukan dimana jumlah wanita lebih besar dibanding dengan jumlah pria sehingga sebenarnya wanita sudah seharusnya mampu mengisi demokrasi di Indonesia dengan penuh warna dalam pengingkatan kesejahteraan hidup. Tetapi dari apa yang saya amati masih banyak yang harus diperbaiki seperti bagaimana melawan ketidak adilan dengan emansipasi bukan lah sesuatu dengan feminisme, karena feminisme sejatinya bukan ranah dalam untuk memperjuangkan kseteraan itu sendiri serta hak-haknya tetapi lebih cenderung eksploitasi diri wanita dengan cara yang terkadang tak mereka sadari. Sementara emansipasi, pergerakannya lebih cenderung melawan ketidakadilan yang ada dan mencoba untuk tetap melibatkan wanita ditempat yang seharusnya dan sesuai dengannya.


Dalam momentum pemilu, saat ini perempuan sudah sangat lebih terfasilitasi dan sudah mulai menunjukan perubahan yang sangat baik dalan peran yang seimbang dengan pria di ranah politik. Semoga saja dengan adanya peran yang sesuai dengan wanita yang mulai masuk kedunia politik mampu menyeimbangkan segala hal untuk kesejahteraan masyarakat di Indonesia.




Daftar Pustaka

Muhammad Yusuf Pambudi, PEREMPUAN DAN POLITIK Studi tentang Aksesiblitas Perepuan Menjadi Anggota Legislatif Di Kabupaten  Sampang, Surabaya.

UNESA dan BPPD Provinsi Jawa Timur Kajian Peran Dan Partisipasi Politik Perempuan Pada Pemilihan Kepala Daerah Di Jawa Timur, Surabaya.

Yustiana Dwirainingsih, Komunikasi Politik Calon Legislatif Pemilu (Analisis Affirmative Action) Kuota 30% Keterakilan Perempuan di Legislatif Pada Daerah Pemilihan Kota Pekalongan, Politeknik Pusmanu Pekalongan.


No comments:

Post a Comment