Anabil Alhaq Mujahid
Nim 17.01.051.014
Seperti yang kita ketahui saat ini bahwa pada zaman
sekarang banyak yang mengatakan, emansipasi wanita telah berjalan dengan baik.
Posisi wanita di berbagai bidang telah telah banyak diakui. Namun meski
demikian, apa benarkah realita demikian yang terjadi sudah berjalan dengan
baik? Perlukah kiranya hal tersebut dikaji lagi, bukan untuk mempertanyakan dan
meragukan, namun untuk lebih mengetahui apa yang terjadi sebenarnya pada wanita
masa kini. Perhatian tulisan ini akan mengerucut pada representasi wanitapada
hak – hak dan potensinya di masa kini. Diharapkan berangkat dari tulisan ini,
bisa menjadi awal mula penelitian lebih lanjut terkait bagaimana sebenarnya
posisi wanita dimasyarakat sebenarnya khususnya pada momentum pesta demokrasi.
Demokrasi dan kepemimpinan adalah suatu hal yang saling
berhubungan, seperti pada saat kita berbicara tentang suatu kepemimpinan pasti yang
ada dipikiran masyarakat umum adalah pria atau lelaki padahal jika kita lihat
lebih dalam lagi, perempuan juga mempunyai jiwa kepemimpinan, yang tidak jauh
berbeda keahliannya dalam memberi arahan, dalam berorasi maupun beretorika atau
bahkan memberi gagasan.
Sejatinya di Indonesia saat ini, kesetaraan hak-hak
perempuan sudah sangat baik, lihat saja Mantan Presiden Ibu Megawati, beliau ialah
wanita yang berhasil menjadi Presiden dari pemilihan umum pada masanya, sebuah
sukses dalam peraihan karir yang paling tinggi di negeri ini. Dan juga ada Rini
Suwandi adalah seorang professional handal yang menjabat sebagai menteri
Perdagangan. Perjuangan
perempuan dalam memperoleh hak-haknya disegala bidang, termasuk hak politiknya.
Analisis ilmu politik, prosentase perempuan lebih besar dalam komposisi
demografi dan sebenarnya ini menguntungkan perempuan untuk memperoleh hak
politik dan terlibat dalam pengambilan keputusan kebijakan publik. Tetapi pada
kenyataanya, jumlah angota legislative perempuan sangat sedikit. Dari data yang
didapat lalu dikutip dari Inter-Parliamentry Union 2014. Indonesia menduduki
peringkat ke-90 negara dengan jumlah persentase perempuan dilegislatif sebesar
16,8%. Tidak hanya pada keanggotaan legislatif, tetapi juga pada organisai
sosial politik. Dari kondisi seperti itu yang kemudian berhasil mengarahkan
kebijakan pemilu yang mendorong peningkatan jumlah anggota legislatif
perempuan. Akhirnya hak politik perempuan dicantumkan pada pasal 65 ayat 1 UU
no 12 tahun 2003 tentang Pemilu, DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk
setiap daerah. Pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan
sekurang-kurangnya 30%. Lalu dipertegas melalui UU No.10 tahun 2008
tentang pemilu legislatif dan UU No.2 tahun 2008 tentang partai politik.
Dari adanya aturan tersebut menghasilkan kepala daerah
perempuan terpilih dari momentum demokrasi
dalam pemilhan umum, seperti Kabupaten Banyuwangi (Ratna Ani Lestari),
Kabupaten Probolinggo (Tanti Hasan Aminudin), dll. Tahun 2011, terdapat 16
orang bupati/walikota dan satu orang gubernur perempuan. Hadirnya dampak besar dari keterlibatan perempuan dalam
pemilu dapat dipengaruhi oleh kebijakan dan program yang disusun oleh
penyelenggara pemilu. Oleh karena itu, sangatlah penting bahwa penyelenggara
pemilu secara sadar dan proaktif mengikutsertakan ender kedalam analisis,
perencanaan, dan implementasi seluruh kegiatannya dan juga interaksi dengan
pemangku kepentingan lain yang terkibat dalam proses kepemiluan. Saat ini sudah
ada beberapa contoh positif tentang penyelenggara pemilu yang menerapkan
praktek dan kebijakan yang sensitive terhadap gender, namun penyelenggara
pemilu dapat melakukan jauh lebih banyak untuk mengarusutamkan gender secara
lebih menyeluruh dan bermakna dalam rganisasi masing-masing.
Oleh karena itu dalam beberapa hal untuk memulai kesetaraan
tidak dalam semua hal, tetapi faktor keadilan haruslah tetap ada dalam segala
bidang termasuk dalam bidang politik dan demokrasi itu sendiri. padahal
seharusnya jika perempuan mau, perempuan mampu meraup suara karena demografi
menunujukan dimana jumlah wanita lebih besar dibanding dengan jumlah pria
sehingga sebenarnya wanita sudah seharusnya mampu mengisi demokrasi di
Indonesia dengan penuh warna dalam pengingkatan kesejahteraan hidup. Tetapi
dari apa yang saya amati masih banyak yang harus diperbaiki seperti bagaimana
melawan ketidak adilan dengan emansipasi bukan lah sesuatu dengan feminisme,
karena feminisme sejatinya bukan ranah dalam untuk memperjuangkan kseteraan itu
sendiri serta hak-haknya tetapi lebih cenderung eksploitasi diri wanita dengan
cara yang terkadang tak mereka sadari. Sementara emansipasi, pergerakannya
lebih cenderung melawan ketidakadilan yang ada dan mencoba untuk tetap
melibatkan wanita ditempat yang seharusnya dan sesuai dengannya.
Dalam momentum pemilu, saat ini perempuan sudah sangat
lebih terfasilitasi dan sudah mulai menunjukan perubahan yang sangat baik dalan
peran yang seimbang dengan pria di ranah politik. Semoga saja dengan adanya
peran yang sesuai dengan wanita yang mulai masuk kedunia politik mampu
menyeimbangkan segala hal untuk kesejahteraan masyarakat di Indonesia.
Daftar Pustaka
Muhammad Yusuf Pambudi, PEREMPUAN DAN POLITIK Studi tentang Aksesiblitas Perepuan Menjadi Anggota Legislatif Di Kabupaten Sampang, Surabaya.
UNESA dan BPPD Provinsi Jawa Timur Kajian Peran Dan Partisipasi Politik Perempuan Pada Pemilihan Kepala Daerah Di Jawa Timur, Surabaya.
Yustiana Dwirainingsih, Komunikasi Politik Calon Legislatif Pemilu (Analisis Affirmative Action) Kuota 30% Keterakilan Perempuan di Legislatif Pada Daerah Pemilihan Kota Pekalongan, Politeknik Pusmanu Pekalongan.
No comments:
Post a Comment