Sunday, May 19, 2019

Pengekangan terhadap wanita dalam novel dark shadow



Oleh: Asni D.Suhupi
(17.01.051.017)

Secara historis perempuan seakan-akan menjadi entitas yang diperlakukan tidak manusiawi. Sejarah Dunia ketika Islam lahir tahun 570 M, dan keberadaan dunia saat itu memposisikan wanita secara rendah. Sejarah Yunani menyebutkan, bahwa di Yunani wanita dianggap sebagai penyebab segala penderitaan dan musibah. Ketika tamu datang istri diperlakukan sebagai budak atau pelayan. Istri diberi kebebasan untuk melacur atau berzina. Kalau itu terjadi si wanita sangatlah terhormat. Dalam hal sexual pun Yunani mempunyai dewa cinta yang disebut “Kupid” (Gayo, 2010 770).
Romawi memiliki sebuah selogan, yang memang selogan itu suatu pernyataan bahwa penindasan wanita begitu kentara di Romawi. Selogan bangsa Romawi terhadap wanita ‘Ikat mereka dan jangan dilepas’. Suami boleh mengatur istri secara penuh dan berhak pula membunuh istri tanpa gugatan hukum. Mandi bersama antara laki-laki dan perempuan adalah hal yang biasa dan lebih dari itu. Romawi mempertontonkan aurat wanita dalam suatu kontes yang disebut “Fakuaro” (Ibid.)
Jika mencermati fenomena dewasa ini, mungkin hal tersebut tidak sulit kita temui. Budaya barat yang semakin kental nuansa modernitas juga liberalnya yang berimplikasi pada perilaku masyarakatnya. Dan jika mencermati sejarah, berarti disana dunia barat telah kembali lagi pada masa “kelam sejarah”. Walaupun demikian, tetap saja menurut Gramsi (2010) dalam teori hegemoninya, bahwa budaya “Barat” melalui media massa disadari maupun tidak telah menghegemoni masyarakat luas. Berimplikasi pada perilaku masyarakat luas pula.
Lelaki di Persia memiliki kebebasan mutlak tanpa batas terhadap wanita. Hukuman tidak diterapkan kepada lelaki melainkan hanya bagi wanita. Kalau lelaki marah wanita boleh disembelih. Wanita dilarang menikah dengan lelaki yang tidak memiliki baju besi. Bila haid, wanita diusir dan diungsikan jauh di luar kota. Nasib wanita india malah lebih tragis lagi. Mereka tidak punya hak hidup setelah suaminya mati, sehingga dia harus mati juga dan dibakar bersama mayat suaminya. Adat bakar istri ini berlanjut hingga lahirnya islam.
Di China pada umumnya berlangsung kerusakan dan kebiadaban. Masyarakatnya lebih menyerupai binatang ketimbang manusia. Berzina sekehendak hati dan tanpa rasa malu atau dosa. Orang tua tidak memberikan hak waris kepada anak perempuan. Bangsa Yahudi yang telah mengenal agama Tauhid bahkan memperlakukan wanita tidak kalah kejamnya. Pendeta mereka diperbolehkan melakukan zina dengan wanita lain. Di dalam kitab yang telah diselewengkan dikatakan bahwa Allah melarang mereka bersetubuh dengan kerabatnya.
Bangsa Arab Jahiliah, tempat dimana Rasulullah Muhammad SAW dilahirkan, memperlakukan wanita lebih biadab lagi. Ibu kandung menjadi barang warisan, anak boleh mengawini ibunya. Di pihak lain, sepuluh orang boleh menggauli seorang wanita bersama-sama dan ketika anaknya lahir, si ibu boleh mengklaim satu diantara 10 bapak itu sebaai si pemilik anak.
Dikalangan kristen, wanita digambarkan sebagai biang kemaksiatan, akar segala kejahatan dan pelaku dosa. Wanita adalah pintu jahanam, karena merekalah yang mendorong dan menyeret lelaki untuk berbuat dosa. Nasrani bernama Tirtolian berkata “Wanita adalah pintu Syetan ke dalam jiwa manusia. Wanita (Hawa) pulalah yang menggoda lelaki (Adam) mendekati pohon terlarang, melanggar peraturan Allah.
Fenomena historis tersebut merupakan masa-masa kelam perlakuan terhadap kaum perempuan pra-Islam. Seiring masuknya Islam, perempuan pun diangkat derajatnya, diperlakukan tanpa adanya subordinasi. walaupun tetap saja ada pandangan-pandangan yang mengatakan perempuan tetap diperlakukan tidak adil, seperti dalam pembangian waris misalnya masih lebih sedikit dari pada laki-laki. Hemat penulis menceramati kasus waris tersebut tentunya tidak harus berpandangan adanya subordinasi. Akan tetapi coba bagaimana sejarah mencatat perlakuan terhadap perempuan pra-Islam begitu tidak manusiawi, Islam datang mengangkat hak-hak perempuan, apakah perempuan mau menafikan hal tersebut.
Selain itu sering orang menyebut konsep adil, bahwa dalam hal waris perempuan sering diperlakukan tidak adil. Adil yang seperti apa duluadil pun ada macamnya, adil distributif dan adil proporsional. Misalnya ada tiga orang anak dalam keluarga, orang tuanya memberikan uang 10rb kepada setiap anak, itu disebutnya adil distributif. Akan tetapi adil seperti itu belum tentu adil secara adil proporsional. Dalam artian anak-anak tersebut yang satu masih SD (Sekolah Dasar), yang satu Masih kuliah, yang satunya lagi sudah bekerja, tentunya dalam pemberian uang pun berbeda beda. Misalnya yang masih SD diberikan 5rb perhari, yang kuliah diberi 15rb perhari, sedangkan yang sudah bekerja tidak perlu diberikan uang setiap harinya, karena memang sudah bekerja. Nah hal tersebut merupakan konsep adil. jika dikaitkan dengan kasus waris, bahwa memang adil disana harus adil proporsional. Buktinya, bahwa perempuan ketika sudah menikah keperluannya akan di tanggung suaminya. Laki-lakilah yang akan menanggung istrinya (perempuan).
Fenomena historis tersebut harus dimaknai secara mendalam,  agar tidak terciptanya pandangan yang serampangan, seperti pandangan yang masih beredar di masyarakat masih adanya subordinasi terhadap perempuan, dan hal tersebut memang terbantahkan dengan bukti historis tadi, dahulu pra-Islam, Islam datang sekitar 570 M, hingga era dewasa ini terdapatnya perubahan-perubahan perlakuan terhadap perempuan, hingga dewasa ini terdapatnya “perlakuan yang sama antara laki-laki dan perempuan”.
  1. Pengekangan perempuan didalam novel Dark Shadow
Didalm sebuah novel yang di tulis oleh yuyun batalia yang berjudul dark shadow. Di novel tersebut di kisahkan seorang perempuan yang bernama  kara yang dikekang. Wanita yang hanya menjadi pemuas nafsu. Ketika seorang perempuan ini ingin berontak dan meluapkan segala kemarahannnya maka perempuan ini akan mendapatkan perlakuan yang tidak wajar dan akan disiksa. Kara yang ingin menikah dengan seth harus menerima perlakuan yang tidak wajar dari seorang pria yang mencintainya dari dulu yaitu reagan. Di rumah reagan kara tidak mendapatkan perlakuan yang baik malah mendapatkan penyiksaan secara fisik dan batin. Di kediaman reagan kara harus mengikuti apa yang diinginnkan oleh reagan termasuk memuaskan nafsunya. Sutu hari kara berada di titk jenuh dimana dia ingin meluapkan kekesalannya dengan mencoba kabur akan tetapi ketahuan sama reagan disaat itu reagan membawanya kekamar dan menyiksa kara sampai kara harus pasrah apa yang dilakukan oleh reagan kepadanya sampai dengan melecehknnya.
Suatu ketika kara merasakan sakit hati yang luar biasa karena perlakuan reagan kepadanya selama kara tingal dirumah reagan disaat  itu kara marah-marah kepada reagan. Meluapkan segala kekesalannya selama ini dengan memaki reagan mengunakan kata-kata yang tak seharusnya di ucapkan. Mendengar perkaataan itu akhirnya reagan makin emosi dan menambah penyiksaan kepada kara sampai kara harus jatuh sakit. Disini kara tidak bisa berbuat apa-apa karena dia dianggap makhluk lemah dan bisa diperlakukan seenaknya oleh laki-laki. Kesetaraan gander yang didapatkan oleh kara tidak sesuai dengan keinginan wanita pada umumnya.

Didalam novel ini bukan hanya kara yng mendapatkan perlakuan yang tidak baik oelh laki-laki akan tetapi ibunya sendiri juga menjadi korban penyiksaan oleh kaum laki-laki. Ibu kara disiksa oleh ayahnya sendiri dengan meminumkan obat agar otak sang ibu tidak berfungsi dengan baik lagi dengan kata lain gila. Lelaki tersebut tidak lain adalah ayah kara sendiri. Tujuan dari ayahnya melakukan hal tersebut agar ayahnya puas bermain gila dengan wanita, tidak ada yang akan mengganggunya dlam melakukan hal tersebut.  Ayah kara bukan hanya meminumkan obat kepada kara akan tetapi juga menyiksa ibu kara apabila istrinya menegurnya perbuatannya itu.

  1. Wanita di bungkam
Didalam novel tersebut permpuan tidak mendapat keadilannya. Sebagai seorang wanita. Kebebasan mereka tidak ada mereka sebagai wanita di bungkam. Beberapa teori mengatakan didalam ilmu komunikasi ada sebuah pembahasan yang khusu membahas suatu kelompok dimana kelompok itu melakukan pembungkaman dan mereka sulit untuk menyampaikan ide-ide yang mereka pikirkan, mereka merasa tertekan dengan keadaan yang sedang mereka alami banyak faktor yang menyebabkan mereka melakukan pembungkaman seperti berikut:

Adanya tekanan dari kelompok dominan kepada kelompok kecil (minoritas) yang menyebkan terjadinya pembungkaman
Contoh: adanya tekanan dan intimid asi terhadap wanita yang dianggap tidak mempunyai kekuatan apa-apa dibandingkan dengan seorang pria yang sudah dikenal kuat dari wanita.

c.       Adanya feminisme liberal
Tokoh aliran ini antara lain Margaret Fuller (1810-1850), Harriet Martineu (1802-1876), Angelina Grimke (1792-1873), dan Susan Anthony (1820-1906).47
Feminisme liberal berkembang di Barat pada abad ke-18 bersamaan dengan semakin populernya arus pemikiran baru ―zaman pencerahan‖ (enlighmenth atau age of reason). Dasar yang dipakai adalah doktrin John Lock tentang natural rights (hak asasi manusia) bahwa,48 setiap manusia mempunyai hak asasi yaitu kebahagian. Namun dalam perjalanan sejarahnya di Barat, pemenuhan HAM ini dianggap lebih dirasakan oleh kaum laki-laki. Untuk mendapatkan hak sebagai warga negara, maka seseorang harus mempunyai rasionalitas yang memadai. Perempuan dianggap mahluk yang tidak atau kurang daya rasionalitasnya, sehingga tidak diberikan hak-hak sebagai warga negara seperti yang diberikan kepada laki-laki.
Menurut feminis liberal bahwa, setiap laki-laki maupun perempuan mempunyai hak mengembangkan kemampuan dan rasionalitasnya secara optimal, tidak ada lembaga atau individu yang membatasi hak itu, sedangkan negara diharapkan hanya untuk menjamin agar hak tersebut terlaksana. Diskriminasi seksual hanyalah pelanggaran hak asasi.49 Feminis liberal berpendapat bahwa ada dua cara untuk mencapai tujuan ini, yaitu:
·         Dengan pendekatan psikologis yang membangkitkan kesadaran individu, antara lain melalui diskusi-diskusi yang membicarakan pengalaman-pengalaman perempuan pada masyarakat yang dikuasai laki-laki.
·         Dengan menuntut pembaruan-pembaruan hukum yang tidak menguntungkan perempuan dan mengubah hukum ini menjadi peraturan-peraturan yang memperlakukan perempuan setara dengan laki-laki.

Agar persamaan hak antara laki-;laki dan perempuan pelaksanaanya dapat terjamin, maka perlu ditunjang dasar hukum yang kuat. Oleh karena itu, feminime liberal memfokuskan perjuangan pada perubahan segala undang-undang dan hukum yang dianggap dapat melestarikan institusi yang patriarki.
Dari paparan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa, perjuangan kaum feminis sosial mengaitkan dominasi laki-laki dengan proses kapitalisme, feminis radikal memusatkan perhatian pada masalah seksualitas, feminis liberal memusatkan perhatian kepada pengembangan kemampuan dan rasionalitas. Kendatipun berbeda, tetapi intinya sama, yaitu mereka berusaha untuk mendapatkan kemerdekaan, persamaan yang pada akhirnya tidak akan terjadi ketimpangan gender di dalam masyarakat.

  1. Perlu adanya pendidikan
            kekuasaan atau politik memberikan pengaruh pada semua lini kehidupan manusia, termasuk dalam sistem pendidikan. Hubungan antara kekuasaan dan pendidikan terwujud ke dalam berbagai bentuk yang berbeda-beda, sesuai karakteristik setting sosial politik di mana hubungan itu terjadi. Dalam suatu komunitas, hubungan tersebut bisa saja sangat kuat dan riil, dan dalam masyarakat lainnya hubungan tersebut bisa saja lemah dan tidak nyata. Pola hubungan antara pendidikan dan politik di negara-negara berkembang berbeda-beda dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya. Dalam masyarakat yang lebih primitif, yang berdasarkan pada basis kesukuan (tribal-based societies), misalnya, adalah lazim bagi orang tua dari satu suku memainkan dua peran, sebagai pemimpin politik dan sebagai pendidik. Mereka membuat keputusan-keputusan penting dan memastikan bahwa keputusan-keputusan ini diimplementasikan dan diterapkan. Mereka juga mempersiapkan generasi muda untuk memasuki kehidupan dewasa dengan mengajarkan mereka tekhnik-tekhnik berburu dan mencari ikan, metode-metode berperang dan sebagainya. Selain itu, mereka juga menanamkan pada generasi muda mereka kepercayaan, nilai-nilai dan tradisi, dan mempersiapkan mereka untuk berperan secara politis.





DAFTAR PUSTAKA

Syamsiah,Nur.2014.wacana kesetaraan gander. Fakultas dakwah dan komunikasi UIN Alaudin Makassar. halaman 18.
Suwastini, Nk Arie.2013. perkembangan feminisme barat dari abad kedelapan belas hinnga postfeminisme: sebuah tinjauan teoritis. Jurusan pendidikan bahasa inngris universitas pendidikan ganesaha singaraja, Indonesia. Halaman8.
Ulya, Atiyatul. 2013. Konsep mahram jaminan keamanan atau pengekangan perempuan. Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Juditha, Christiany. Gander dan seksualitas dalam konstruksi media massa. Balai besar pengkajian dan pengembangan komunikasi dan informatika (BBPPKI) Makassar kementrian komunikasi dan informatika RI.
Astuti, Yanti Dwi. 2016. Media dan gander (studi deskriptif representasi stereotipe perempuan dalam iklan di televisi swasta). Dosen prodi ilmu komunikasi UIN sunan kalijaga yogyakarta.
Kurniawati, novie. 2012. Perilaku berpacaran pada remaja usia madya: studi kasus di daerah kabupaten merangin propinsi jambi. Fakultas psikologi universitas muhammadiyah surakarta.
Batalia, Yuyun. 2014. Dark shadaus. Yuyun batalia

No comments:

Post a Comment