Oleh:
Asni D.Suhupi
(17.01.051.017)
Secara historis perempuan seakan-akan
menjadi entitas yang diperlakukan tidak manusiawi. Sejarah Dunia ketika Islam
lahir tahun 570 M, dan keberadaan dunia saat itu memposisikan wanita secara
rendah. Sejarah Yunani menyebutkan, bahwa di Yunani wanita dianggap sebagai
penyebab segala penderitaan dan musibah. Ketika tamu datang istri diperlakukan
sebagai budak atau pelayan. Istri diberi kebebasan untuk melacur atau berzina.
Kalau itu terjadi si wanita sangatlah terhormat. Dalam hal sexual pun Yunani
mempunyai dewa cinta yang disebut “Kupid” (Gayo, 2010 770).
Romawi memiliki sebuah selogan, yang
memang selogan itu suatu pernyataan bahwa penindasan wanita begitu kentara di
Romawi. Selogan bangsa Romawi terhadap wanita ‘Ikat mereka dan jangan dilepas’.
Suami boleh mengatur istri secara penuh dan berhak pula membunuh istri tanpa
gugatan hukum. Mandi bersama antara laki-laki dan perempuan adalah hal yang
biasa dan lebih dari itu. Romawi mempertontonkan aurat wanita dalam suatu
kontes yang disebut “Fakuaro” (Ibid.)
Jika mencermati fenomena dewasa ini,
mungkin hal tersebut tidak sulit kita temui. Budaya barat yang semakin kental
nuansa modernitas juga liberalnya yang berimplikasi pada perilaku masyarakatnya.
Dan jika mencermati sejarah, berarti disana dunia barat telah kembali lagi pada
masa “kelam sejarah”. Walaupun demikian, tetap saja menurut Gramsi (2010) dalam
teori hegemoninya, bahwa budaya “Barat” melalui media massa disadari maupun
tidak telah menghegemoni masyarakat luas. Berimplikasi pada perilaku masyarakat
luas pula.
Lelaki di Persia memiliki kebebasan
mutlak tanpa batas terhadap wanita. Hukuman tidak diterapkan kepada lelaki
melainkan hanya bagi wanita. Kalau lelaki marah wanita boleh disembelih. Wanita
dilarang menikah dengan lelaki yang tidak memiliki baju besi. Bila haid, wanita
diusir dan diungsikan jauh di luar kota. Nasib wanita india malah lebih tragis
lagi. Mereka tidak punya hak hidup setelah suaminya mati, sehingga dia harus mati
juga dan dibakar bersama mayat suaminya. Adat bakar istri ini berlanjut hingga
lahirnya islam.
Di China pada umumnya berlangsung
kerusakan dan kebiadaban. Masyarakatnya lebih menyerupai binatang ketimbang
manusia. Berzina sekehendak hati dan tanpa rasa malu atau dosa. Orang tua tidak
memberikan hak waris kepada anak perempuan. Bangsa Yahudi yang telah mengenal
agama Tauhid bahkan memperlakukan wanita tidak kalah kejamnya. Pendeta mereka
diperbolehkan melakukan zina dengan wanita lain. Di dalam kitab yang telah
diselewengkan dikatakan bahwa Allah melarang mereka bersetubuh dengan
kerabatnya.
Bangsa Arab Jahiliah, tempat dimana
Rasulullah Muhammad SAW dilahirkan, memperlakukan wanita lebih biadab lagi. Ibu
kandung menjadi barang warisan, anak boleh mengawini ibunya. Di pihak lain,
sepuluh orang boleh menggauli seorang wanita bersama-sama dan ketika anaknya
lahir, si ibu boleh mengklaim satu diantara 10 bapak itu sebaai si pemilik
anak.
Dikalangan kristen, wanita digambarkan
sebagai biang kemaksiatan, akar segala kejahatan dan pelaku dosa. Wanita adalah
pintu jahanam, karena merekalah yang mendorong dan menyeret lelaki untuk
berbuat dosa. Nasrani bernama Tirtolian berkata “Wanita adalah pintu Syetan ke
dalam jiwa manusia. Wanita (Hawa) pulalah yang menggoda lelaki (Adam) mendekati
pohon terlarang, melanggar peraturan Allah.
Fenomena historis tersebut merupakan
masa-masa kelam perlakuan terhadap kaum perempuan pra-Islam. Seiring masuknya
Islam, perempuan pun diangkat derajatnya, diperlakukan tanpa adanya subordinasi.
walaupun tetap saja ada pandangan-pandangan yang mengatakan perempuan tetap
diperlakukan tidak adil, seperti dalam pembangian waris misalnya masih lebih
sedikit dari pada laki-laki. Hemat penulis menceramati kasus waris tersebut
tentunya tidak harus berpandangan adanya subordinasi. Akan tetapi coba
bagaimana sejarah mencatat perlakuan terhadap perempuan pra-Islam begitu tidak
manusiawi, Islam datang mengangkat hak-hak perempuan, apakah perempuan mau
menafikan hal tersebut.
Selain itu sering orang menyebut konsep
adil, bahwa dalam hal waris perempuan sering diperlakukan tidak adil. Adil yang
seperti apa duluadil pun ada macamnya, adil distributif dan adil proporsional.
Misalnya ada tiga orang anak dalam keluarga, orang tuanya memberikan uang 10rb
kepada setiap anak, itu disebutnya adil distributif. Akan tetapi adil seperti
itu belum tentu adil secara adil proporsional. Dalam artian anak-anak tersebut
yang satu masih SD (Sekolah Dasar), yang satu Masih kuliah, yang satunya lagi
sudah bekerja, tentunya dalam pemberian uang pun berbeda beda. Misalnya yang
masih SD diberikan 5rb perhari, yang kuliah diberi 15rb perhari, sedangkan yang
sudah bekerja tidak perlu diberikan uang setiap harinya, karena memang sudah
bekerja. Nah hal tersebut merupakan konsep adil. jika dikaitkan dengan kasus
waris, bahwa memang adil disana harus adil proporsional. Buktinya, bahwa
perempuan ketika sudah menikah keperluannya akan di tanggung suaminya.
Laki-lakilah yang akan menanggung istrinya (perempuan).
Fenomena historis tersebut harus
dimaknai secara mendalam, agar tidak terciptanya pandangan yang
serampangan, seperti pandangan yang masih beredar di masyarakat masih adanya
subordinasi terhadap perempuan, dan hal tersebut memang terbantahkan dengan
bukti historis tadi, dahulu pra-Islam, Islam datang sekitar 570 M, hingga era
dewasa ini terdapatnya perubahan-perubahan perlakuan terhadap perempuan, hingga
dewasa ini terdapatnya “perlakuan yang sama antara laki-laki dan perempuan”.
- Pengekangan
perempuan didalam novel Dark Shadow
Didalm sebuah novel yang di tulis oleh yuyun batalia yang berjudul dark
shadow. Di novel tersebut di kisahkan seorang perempuan yang bernama kara yang dikekang. Wanita yang hanya menjadi
pemuas nafsu. Ketika seorang perempuan ini ingin berontak dan meluapkan segala
kemarahannnya maka perempuan ini akan mendapatkan perlakuan yang tidak wajar
dan akan disiksa. Kara yang ingin menikah dengan seth harus menerima perlakuan
yang tidak wajar dari seorang pria yang mencintainya dari dulu yaitu reagan. Di
rumah reagan kara tidak mendapatkan perlakuan yang baik malah mendapatkan
penyiksaan secara fisik dan batin. Di kediaman reagan kara harus mengikuti apa
yang diinginnkan oleh reagan termasuk memuaskan nafsunya. Sutu hari kara berada
di titk jenuh dimana dia ingin meluapkan kekesalannya dengan mencoba kabur akan
tetapi ketahuan sama reagan disaat itu reagan membawanya kekamar dan menyiksa
kara sampai kara harus pasrah apa yang dilakukan oleh reagan kepadanya sampai
dengan melecehknnya.
Suatu ketika kara merasakan sakit hati yang luar biasa karena perlakuan
reagan kepadanya selama kara tingal dirumah reagan disaat itu kara marah-marah kepada reagan. Meluapkan
segala kekesalannya selama ini dengan memaki reagan mengunakan kata-kata yang
tak seharusnya di ucapkan. Mendengar perkaataan itu akhirnya reagan makin emosi
dan menambah penyiksaan kepada kara sampai kara harus jatuh sakit. Disini kara
tidak bisa berbuat apa-apa karena dia dianggap makhluk lemah dan bisa
diperlakukan seenaknya oleh laki-laki. Kesetaraan gander yang didapatkan oleh
kara tidak sesuai dengan keinginan wanita pada umumnya.
Didalam
novel ini bukan hanya kara yng mendapatkan perlakuan yang tidak baik oelh
laki-laki akan tetapi ibunya sendiri juga menjadi korban penyiksaan oleh kaum
laki-laki. Ibu kara disiksa oleh ayahnya sendiri dengan meminumkan obat agar
otak sang ibu tidak berfungsi dengan baik lagi dengan kata lain gila. Lelaki
tersebut tidak lain adalah ayah kara sendiri. Tujuan dari ayahnya melakukan hal
tersebut agar ayahnya puas bermain gila dengan wanita, tidak ada yang akan
mengganggunya dlam melakukan hal tersebut.
Ayah kara bukan hanya meminumkan obat kepada kara akan tetapi juga menyiksa
ibu kara apabila istrinya menegurnya perbuatannya itu.
- Wanita di
bungkam
Didalam
novel tersebut permpuan tidak mendapat keadilannya. Sebagai seorang wanita.
Kebebasan mereka tidak ada mereka sebagai wanita di bungkam. Beberapa teori
mengatakan didalam ilmu komunikasi ada sebuah pembahasan yang khusu membahas
suatu kelompok dimana kelompok itu melakukan pembungkaman dan mereka sulit
untuk menyampaikan ide-ide yang mereka pikirkan, mereka merasa tertekan dengan
keadaan yang sedang mereka alami banyak faktor yang menyebabkan mereka
melakukan pembungkaman seperti berikut:
“Adanya tekanan dari kelompok dominan
kepada kelompok kecil (minoritas) yang menyebkan terjadinya pembungkaman
Contoh:
adanya tekanan dan intimid asi
terhadap wanita yang dianggap tidak mempunyai kekuatan apa-apa dibandingkan
dengan seorang pria yang sudah dikenal kuat dari wanita”.
c.
Adanya
feminisme liberal
Tokoh
aliran ini antara lain Margaret Fuller (1810-1850), Harriet Martineu
(1802-1876), Angelina Grimke (1792-1873), dan Susan Anthony (1820-1906).47
Feminisme liberal berkembang di
Barat pada abad ke-18 bersamaan dengan semakin populernya arus pemikiran baru ―zaman
pencerahan‖ (enlighmenth atau age of reason). Dasar yang dipakai adalah
doktrin John Lock tentang natural rights (hak asasi manusia) bahwa,48 setiap
manusia mempunyai hak asasi yaitu kebahagian. Namun dalam perjalanan sejarahnya
di Barat, pemenuhan HAM ini dianggap lebih dirasakan oleh kaum laki-laki. Untuk
mendapatkan hak sebagai warga negara, maka seseorang harus mempunyai
rasionalitas yang memadai. Perempuan dianggap mahluk yang tidak atau kurang
daya rasionalitasnya, sehingga tidak diberikan hak-hak sebagai warga negara
seperti yang diberikan kepada laki-laki.
Menurut
feminis liberal bahwa, setiap laki-laki maupun perempuan mempunyai hak
mengembangkan kemampuan dan rasionalitasnya secara optimal, tidak ada lembaga
atau individu yang membatasi hak itu, sedangkan negara diharapkan hanya untuk
menjamin agar hak tersebut terlaksana. Diskriminasi seksual hanyalah
pelanggaran hak asasi.49 Feminis liberal berpendapat bahwa ada dua cara untuk
mencapai tujuan ini, yaitu:
·
Dengan
pendekatan psikologis yang membangkitkan kesadaran individu, antara lain
melalui diskusi-diskusi yang membicarakan pengalaman-pengalaman perempuan pada
masyarakat yang dikuasai laki-laki.
·
Dengan
menuntut pembaruan-pembaruan hukum yang tidak menguntungkan perempuan dan
mengubah hukum ini menjadi peraturan-peraturan yang memperlakukan perempuan
setara dengan laki-laki.
Agar
persamaan hak antara laki-;laki dan perempuan pelaksanaanya dapat terjamin,
maka perlu ditunjang dasar hukum yang kuat. Oleh karena itu, feminime liberal
memfokuskan perjuangan pada perubahan segala undang-undang dan hukum yang
dianggap dapat melestarikan institusi yang patriarki.
Dari
paparan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa, perjuangan kaum feminis
sosial mengaitkan dominasi laki-laki dengan proses kapitalisme, feminis radikal
memusatkan perhatian pada masalah seksualitas, feminis liberal memusatkan
perhatian kepada pengembangan kemampuan dan rasionalitas. Kendatipun berbeda,
tetapi intinya sama, yaitu mereka berusaha untuk mendapatkan kemerdekaan, persamaan
yang pada akhirnya tidak akan terjadi ketimpangan gender di dalam masyarakat.
- Perlu adanya
pendidikan
kekuasaan
atau politik memberikan pengaruh pada semua lini kehidupan manusia, termasuk
dalam sistem pendidikan. Hubungan antara kekuasaan dan pendidikan terwujud ke
dalam berbagai bentuk yang berbeda-beda, sesuai karakteristik setting sosial
politik di mana hubungan itu terjadi. Dalam suatu komunitas, hubungan tersebut
bisa saja sangat kuat dan riil, dan dalam masyarakat lainnya hubungan tersebut
bisa saja lemah dan tidak nyata. Pola hubungan antara pendidikan dan politik di
negara-negara berkembang berbeda-beda dari satu masyarakat ke masyarakat
lainnya. Dalam masyarakat yang lebih primitif, yang berdasarkan pada basis
kesukuan (tribal-based societies), misalnya, adalah lazim bagi orang tua
dari satu suku memainkan dua peran, sebagai pemimpin politik dan sebagai
pendidik. Mereka membuat keputusan-keputusan penting dan memastikan bahwa
keputusan-keputusan ini diimplementasikan dan diterapkan. Mereka juga
mempersiapkan generasi muda untuk memasuki kehidupan dewasa dengan mengajarkan
mereka tekhnik-tekhnik berburu dan mencari ikan, metode-metode berperang dan
sebagainya. Selain itu, mereka juga menanamkan pada generasi muda mereka
kepercayaan, nilai-nilai dan tradisi, dan mempersiapkan mereka untuk berperan
secara politis.
DAFTAR
PUSTAKA
Syamsiah,Nur.2014.wacana kesetaraan gander. Fakultas
dakwah dan komunikasi UIN Alaudin Makassar. halaman 18.
Suwastini, Nk
Arie.2013. perkembangan feminisme barat dari
abad kedelapan belas hinnga postfeminisme: sebuah tinjauan teoritis.
Jurusan pendidikan bahasa inngris universitas pendidikan ganesaha singaraja,
Indonesia. Halaman8.
Ulya, Atiyatul.
2013. Konsep mahram jaminan keamanan atau
pengekangan perempuan. Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Juditha,
Christiany. Gander dan seksualitas dalam
konstruksi media massa. Balai besar pengkajian dan pengembangan komunikasi
dan informatika (BBPPKI) Makassar kementrian komunikasi dan informatika RI.
Astuti, Yanti
Dwi. 2016. Media dan gander (studi
deskriptif representasi stereotipe perempuan dalam iklan di televisi swasta).
Dosen prodi ilmu komunikasi UIN sunan kalijaga yogyakarta.
Kurniawati,
novie. 2012. Perilaku berpacaran pada
remaja usia madya: studi kasus di daerah kabupaten merangin propinsi jambi.
Fakultas psikologi universitas muhammadiyah surakarta.
Batalia, Yuyun.
2014. Dark shadaus. Yuyun batalia
No comments:
Post a Comment